Aksi Demo Forum Orangtua CASIS Korban Nina Wati, Tuntut Kerugian Puluhan Miliar Rupiah


*MEDAN,-* Forum Orang Tua Calon Siswa TNI AD Korban Penipuan Oknum Nina Wati Masuk TNI AD di Rindam 1/BB Pematang Siantar melakukan aksi demo menuntut agar pelaku penipuan dan penggelapan 'Nina Wati' senilai puluhan Miliar itu agar ditangkap dan di hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pada Selasa. (11/02/25) 


Terpantau sejak pagi sekira pukul 09.00 WIB, puluhan pengunjuk rasa yang tergabung dari orang tua korban penipuan masuk TNI AD sudah mendatangi Kantor DPRD Provinsi Sumut.


Adapun masa yang tergabung dalam forum yang melakukan aksi demo itu sendiri itu ialah: sekelompok orang tua yang menjadi korban penipuan masuk TNI AD dan sekelompok mahasiswa yang ikut aksi.


Terlihat pada saat melakukan aksi para pengunjuk rasa sempat mengoyang-goyang pintu gerbang Kantor DPRD Provinsi Sumut meminta Ketua DPRD Provinsi Sumut agar keluar menemui masa untuk mendengarkan aspirasi orang tua korban penipuan masuk anggota TNI AD tersebut.


Dari data yang dihimpun awak media ini adapun tuntutan para pengunjuk rasa dan koordinator aksi Faisal Kurniawan tidak lain ialah:


1. 'Kami meminta segera tegakan hukum dalam proses hukum baik di Polda maupun Pomdam oknum Nina Wati yang telah melakukan penipuan kepada kami dan anak kami dengan mengunakan oknum TNI AD dan fasilitas TNI AD yang ada di Rindam dan Kodim I/BB disaat anak-anak kami mengikuti tes masuk TNI AD'.


2. 'Kami mohon kepada instusi TNI AD mengambil kebijakan terhadap anak-anak kami yang telah di didik dan dilatih secar militer selama tiga bulan di Rindam I/BB untuk menjadi anggota TNI AD RI'.


3. 'Kami meminta agar seluruh uang yang menjadi kerugian kami akibat dari penipuan oknum Nina Wati ini  dikembalikan secara tunai kepada kami oleh Nina Wati dengan segera dalam tempo sesingkat-singkatnya'.


4. 'Kami meminta kepada Ketua DPRD Sumut segera menjadwalkan rapat dengar pendapat (RDP) dalam permasalahan ini dengan memangil seluruh pihak yang terkait dalam permasalahan ini untuk menyelesaikan permasalahan ini'.


Sebelumnya terlihat juga  mahasiswa yang meng-orasikan berkata akan melakukan aksi bakar ban jika tidak ada Anggota DPRD Provinsi Sumut yang keluar menerima dan mendengar aspirasi para pengunjuk rasa dan orangtua korban.


Namun aksi bakar ban tidak terjadi sebab tidak lama berselang Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumut H. Ihwan Ritonga SE MM, keluar dan mendengarkan aspirasi para pegunjuk rasa yang dipimpin oleh Lili Suheri ST selaku Koordinator Lapangan.


Saat mendengarkan aspirasi pengunjuk rasa Ketua DPRD Provinsi Sumut berjanji akan memproses atas penipuan yang mengakibatkan kerugian baik materi dan seluruh yang menjadi tuntutan pengunjuk rasa.


"Terimakasih kepada seluruh bapak dan ibu yang sudah datang ke kantor DPRD Provinsi Sumut ini. Kami akan pelajari dan memproses atas penipuan yang mengakibatkan kerugian baik materi dan seluruh yang menjadi tuntutan pengunjuk rasa," ucap Ihwan Ritonga.


Lebih lanjut, Ihwan Ritonga juga akan memastikan dilakukannya RDP bersama pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan Casis tersebut.


“Kita akan RDP akan kita laksanakan segera bersama pihak terkait, nanti kita atur waktunya,” pungkasnya.


Diketahui, Nina Wati tersangka kasus penipuan kembali dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Krimum) Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) dengan kasus yang sama, yakni kasus penipuan.


Tidak tanggung-tanggung, Nina dilaporkan oleh 7 orang sekaligus dengan nominal kerugian hingga 40 Miliar rupiah. Laporannya telah dilayangkan pada 18 Mei 2024 lalu.


Terahir dalam orasinya para pengunjuk rasa berjanji akan mengawal terus proses ini dan akan melakukan aksi yang lebih besar lagi jika tuntutan mereka tidak di jalankan sesuai hukum yang berlaku.


"Kami akan mengawal terus kasus ini, dan kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi jika tuntutan kami tidak di proses secara hukum," ucap Rafi Siregar dari Mahasiswa.


Secara terpisah Kuasa Hukum dari Forum Orang Tua Calon Siswa TNI AD Korban Penipuan dan Penggelapan 'Nina Wati' Masuk TNI AD di Rindam 1/BB Pematang Siantar, Dewi Latuperissa SH, meminta kepada kepada Wakil Ketua DPRD Sumut agar segera melakukan RDP.


Lebih lanjut Dewi Latuperissa SH, juga mengatakan sudah mengirim surat kepada Presiden Prabowo, Menteri Pertahanan RI, Panglima TNI RI, Kepala Staf Angkatan Darat RI, Komisi 1 DPR RI.


Dalam orasinya Dewi Latuperissa SH, berharap kepada Presiden Prabowo agar memperhatikan nasib anak-anak generasi penerus bangsa yang berjuang ingin menjadi prajurit TNI menjadi pengabdi negara namun dikorbankan oleh Nina Wati.


"Tolong kepada bapak Presiden Prabowo agar memperhatikan nasib-nasib anak-anak bangsa yang ingin menjadi anggota TNI mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah ditipu oleh terduga pelaku NW," ucap Dewi Latuperissa SH.


"Mirisnya saat dipertanyakan orangtua korban kepada pelaku Nina Wati mengatakan uang mereka sudah raib entah kemana," katanya lagi.


"Kami berharap kedepannya kejadian ini tidak akan terulang lagi sebab ini menyangkut nama baik instasi TNI dan marwah negara kesatuan Republik Indonesia," tegasnya kepada awak media yang bertugas.


Kuasa Hukum Dewi Latuperissa SH, berharap kedepannya agar kejadian ini tidak akan terulang lagi, apalagi ini menyangkut nama baik institusi TNI AD. *(Tim)*

Pengelola Parkir Minta Polisi Menertibkan Jukir Ilegal krap Ngutip Parkir Di Jalan



*Medan,-*

Pengelola parkir pemegang mandat Dispenda Kota Medan, Ardisoma mengeluhkan maraknya diduga pengutipan parkir liar yang dilakukan oleh oknum yang mengaku mendapatkan SPT Dishub Medan. Warga Jalan Perwira 2, Lingkungan 9 Krakatau Pulo Brayan Bengkel ini minta agar Polrestabes dan Poldasu segera menindak oknum-oknumnya pengutip parkir yang meresahkan ini. 


"Kita  pemegang mandat dari Dispenda untuk pengutipan parkir di Pelataran Pergudangan Jalan Perwira 2, Lingkungan 9 Krakatau Pulo Brayan Bengkel. Oknum-oknum yang juga mengutip parkir di di jalan saat truk melintas tersebut mengandalkan SPT dari Dishub Medan atas nama Rizki Mulya diduga pengutipan parkir di jalan di duga ada kertilibat oknum pegawai dishub Medan "jelasnya pada wartawan, SELASA (11/2).


Dikatakan, pengutipan parkir yang dilakukan oknum yang mengaku mendapat SPT Dishub Kota Medan dinilai meresahkan. Karena mereka mengutip beramai-ramai bahkan terkadang memaksa kepada pengemudi truk. "Kami pengelolah parkir yang sah dan selama ini taat membayar pajak ke Dispenda sangat menyesalkan kondisi ini. Kami minta pihak berwajib menindak oknum pengelolah parkir ilegal,"ungkapnya. 

Sementara salah satu emak emak yg tidak mau disebut namanya , pengutipan parkir liar di jalan ini sudah resahkan warga lingkungan, yang menyebabkan kemacetan “ jelaskannya *(Tim)*

Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka ER Cs ajak oknum mahasiswa unjuk rasa di Polrestabes Medan


*Medan,-* Arini Ruth Yuni Siringoringo yang diketahui sebagai ASN KPP Pratama Cilandak Jakarta Selatan dan Erika Siringoringo serta Nur intan br Nababan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan  pada hari Sabtu tanggal 04 /01 /2025 lalu.


2 kali mangkir dari panggilan penyidik setelah ditetapkan sebagai tersangka, berpotensi akan dilakukan penjemputan paksa oleh pihak Kepolisian Polrestabes Medan.


Hal tersebut dibenarkan oleh penyidik saat dikonfirmasi awak media mengatakan " kami sudah 2 kali memanggil tersangka AR, ER dan NR untuk melengkapi berkas tetapi mereka mangkir dari panggilan." 


Kami juga sudah menyiapkan surat penjemputan untuk para ketiga tersangka.

"Kuasa hukum nya ada memberikan surat meminta pengunduran jadwal pemeriksaan tetapi kami tidak bisa juga menunggu terlalu lama", pungkas penyidik.


Ditempat terpisah Kuasa hukum Erika Siringoringo dan mahasiswa yang mengatasnamakan sahabat Erika melakukan aksi unjuk rasa di depan Polrestabes Medan pada hari kamis, 06/ 02 /2025.


Para pengunjuk rasa menuntut agar polisi segera melakukan SP 3 terhadap para tersangka Erika Siringoringo dan Arini Ruth Yuni Siringoringo.


Hal tersebut membuat banyak pihak menjadi gerah atas aksi aksi yang terjadi selama ini.

Karena dinilai pihak Kuasa Hukum Erika Siringoringo diduga mencoba melakukan Obstruction of Justice ke Polrestabes Medan.


Pihak keluarga Doris Fenita br Marpaung menilai aksi yang dilakukan diduga hanya ingin mengintervensi hukum dan Pengadilan.

"Selama ini Kepolisian dan Pengadilan sudah bekerja dengan baik, biarkan saja mereka menjalani tupoksinya masing masing", tanggapan pihak keluarga Doris Fenita Br Marpaung.


Perkara dapat menjadi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika penyidik menemukan alasan tertentu. Alasan-alasan tersebut antara lain: Tidak cukup bukti, Peristiwa yang dipersangkakan bukan tindak pidana, Dihentikan demi hukum, Perdamaian antara tersangka dan pelapor sudah terjadi.


Arini Ruth Yuni Siringoringo dan Erika br Siringoringo dijadikan tersangka bukan tanpa alasan dan bukti yang tidak jelas dari kepolisian.


Tidak mungkin terjadi pengeroyokan terhadap 2 orang kepada 3 orang, pasti sebaliknya.

Peristiwa ini lah yang menyebabkan Arini Ruth Yuni Siringoringo dan Erika br Siringoringo Serta Nur intan br Nababan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan.


Penetapan ini dilengkapi dengan bukti forensik berupa visum dan saksi saksi.

Pihak keluarga meminta agar pengadilan negeri Medan dan Polrestabes Medan tidak terganggu dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan pihak pengacara Erika.


Hukum tidak bisa diintervensi oleh siapapun.

Siapa yang terbukti bersalah maka ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya demi hukum, tegas pihak keluarga Doris.

Fiat Justicia Ruat Caelum. (Tim)

Keluarga Korban Pembunuhan Wanita di Karo minta Jaksa Terapkan Pasal Pembunuhan



*Sumatra Utara,-* Keluarga korban pembunuhan wanita di Tanah Karo MP (26) alias Sela meminta agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memberikan pasal 338 dan 340 kepada tersangka JFJ alias Jo yang tega menghabisi nyawa anak mereka. 


  "Tidak pas Pasal 351 yang diberikan kepada Pelaku utama. Seharusnya pasal 338 dan 340 KUHPidana tentang Pembunuhan Berencana, dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup.

Karena perbuatan direncanakan dan sangat kejam,"ujar Kuasa Hukum korban, Hans Silalahi di Halaman Kejatisu, Senin  (10/2) siang. 


   Hans juga meminta Kajatisu kembali memeriksa BAP yang dikirim Polisi ke mereka. Apalagi, pasal yang dikenakan Polisi sangat tidak pas dengan perbuatan yang dilakukan Tersangka. Dari rekonstruksi yang dilakukan beberapa hari lalu, kami keluarga menilai sangat kejam. Adegan yang paling kejam adalah saat Tersangka memasukkan benda tumpul. Ada 26 adegan yang diperagakan,  beberapa kali korban diperlakukan sangat keji dan tidak manusiawi, yakni dipukuli berulang kali menggunakan alat seperti sapu.

Apalagi Tersangka melakukannya dibawa pengaruh narkoba. Sangat kejam. Seorang wanita tanpa perlawanan dibunuh secara sadis. 


  " Korban dipukul dengan Sapu hingga tewas. Sangat kejam,"ucapnya. 


  Pengacara Kondang kota Medan ini juga menuturkan agar Jaksa benar-benar menelaah kembali berkas dari Polisi. Apakah pas Pasal 351 yang diberikan? Apalagi Jaksa sudah melihat rekontruksi pembunuhannya. Kami sangat meminta Kejaksaan agar memberikan pasal yang sesuai dengan perbuatannya. 


 " Kami mohon Bapak Kejatisu memberikan Pasal sesuai perbuatannya. Pembunuhannya sangat kejam,"Tandasnya. 


  Dikatakannya, kami juga meminta agar persidangan digelar di Pengadilan Negri (PN) Medan. Mengapa? Agar Keluarga tidak tertekan. Karena tersangka ini mempunyai pengaruh di Siantar. 


 "Kami minta Persidangannya di Medan,"Pungkasnya. 


  Sementara itu, Ibu korban masih sedih  dengan kematian anak pertamanya. Dengan suara pelan dia mengatakan agar Pasal yang diberikan kepada Tersangka pasal Pembunuhan dan Sidangnya digelar di Medan. 


  " Kami keluarga minta Sidangnya di Medan ,"ucapnya pelan. 


  Seperti diketahui, Mutia Pratiwi alias Sela, korban yang mayatnya ditemukan di Kabupaten Karo, disebut dibunuh dengan sadis di salah satu ruko dekat Rumah Sakit Vita Insani, Jalan Merdeka, Kota Pematangsiantar.


  Adapun rekonstruksi pada Rabu (22/1/25), menghadirkan 6 pelaku, sedangkan satu orang lagi masih dikejar polisi atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) mengungkap pelaku kasus pembunuhan wanita berinisial MP (26) di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

 JFJ alias Jo sebagai pelaku utama, tersangka lain yang berperan signifikan adalah S, yang membantu mengangkat dan membuang jasad korban, dan EI turut membantu mencari eksekutor untuk membuang jenazah.

Serta dua oknum anggota kepolisian, JHS dan HP, yang mengetahui kejadian, namun tidak melaporkannya. *(Tim)*

Polri Watch: Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan Harus Hanya Diberikan Ke POLRI

 



*Medan,-* Ketua Umum Pemantau Kepolisian RI/ Polri Watch, Dr Ikhwaluddin Simatupang, SH, MHum menegaskan, kewenangan penyelidikan dan penyidikan harus diberikan hanya kepada polisi. Sebab, polisi merupakan institusi yang mumpuni dari segi organisasi, sumber daya, dan persenjataan.



"Empat alasan mengapa polisi harus diberikan kewenangan dalam proses penyidikan dan penyelidikan. Pertama,  organisasi POLRI sampai ke tingkat kecamatan (Polsek).POLRI telah sudah berkembang menyentuh hampir seluruh kecamatan di Kabupaten/Kota sedangkan Institusi penegak hukum yg lain tidak sampai. Kedua, Kepolisian juga punya Sumber Daya yang  cukup sampai ke tingkat bawah. Ketiga, kewenangan penyidikan diikuti dengan upaya paksa, pengalaman locus delicti (TKP),Pengamanan Barang Bukti dan Perlindungan Korban serta Saksi. tentunya kewenangan itu harus diberikan kepada institusi bersenjata dan memiliki struktur organisasi sampai ke tingkat paling bawah,"jelasnya.


Ini penting, sebab belakang seperti misalnya yg terjadi di Poldasu, saat personel Polresta Deliserdang yang menangkap bandar narkoba mendapat perlawanan dan petugas ditembak warga. 

Keempat, hukum pidana sekarang bergerak ke restoratif justice  artinya mengedepankan sumber daya polisi yang ada yakni Babhinkamtibmas. 


"Sekarang polisi telah melakukan perbaikan-perbaikan, polisi juga manusia, yang lahir dari masyarakat.

Perbaikan kepolisian tergantung pada pucuk pimpinan di atas. Kapolri juga harus didukung oleh DPR,"pungkasnya.


Bila ditemukan Problema Penegakan Hukum ;masyarakat memiliki wakilnya di Kabupaten/Kota, Provinsi (DPRD) serta Pusat (DPR RI) . DPR/DPRD memiliki hak untuk mengontrol Polri  selain Lembaga pengawas internal (Propam) dan Pengawas Eksternal (LSM).


Semua Pihak harus mendukung Polri Presisi seperti yang diharapkan Kapolri Jenderal Sigit Prabowo. *(Tim)*

Asas Dominus Litis Harus Mengedepankan Kehati-hatian dan Keteguhan

 



*Medan,-* Penerapan asas Dominus Litis dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) haruslah mengedapankan prinsip kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Sebab, pada dasarnya prinsip-prinsip asas Dominus Litis dalam Hukum Pidana itu adalah kewenangan menentukan Perkara. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan Suatu Perkara Pidana akan diajukan ke Pengadilan atau tidak. Kemungkinan Potensi terjadinya penyalahgunaan asas tersebut sehingga dapat digunakan oleh Kejaksaan untuk menunda atau mengganggu proses jalannya Peradilan.


Hal tersebut disampaikan, Dosen Tetap  Hukum Pidana Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan dan Dosen Luar Biasa Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan, Dr.KHOMAINI, S.E., S.H., M.H., CPArb dalam keterangannya, Senin (10/2).


Lebih jauh, didalam sebuah peradilan Pidana adalah sebuah sistem yang terdiri dari subistem. Subsistem Kepolisian yaitu Penyidikan, Kejaksaan Penuntutan, Pengadilan yaitu Hakim memutusakan Suatu Perkara dan Lembaga Permasyarakatan adalah befungsi sebagai Eksekutorial dan Pembinaan. 


Semua Lembaga tersebut harus mempunyai kewenangan dan sinergitas yang sama. Sistem itu harus ditopang oleh Sub Sistem yang sederajat, karena apabila ada dominasi kewenangan, maka ada kemungkinan terjadi dan bisa saja terjadi penyalahgunaan kewenangan. 


Oleh karena itu penerapan Dominus Litis didalam revisi KUHAP  perlu prinsip kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Tidak pernah ada sebuah Institusi/ lembaga yang menjadi super power yang kemudian menjadi sangat penting untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan keteguhan didalam proses penerapan sebuah sistem.


Jaksa tidak berwenang menjadi penyidik Kasus Korupsi. Jika berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang ada, Kejaksaan dianggap tidak memiliki kewenangan sebagai Penyidik didalam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang berhak menangani kasus korupsi hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku sesuai dengan UU Kejaksaan yang terbaru yaitu UU No.11/ 2021 “Tidak ada kewenangan Kejaksaan menangani Tipikor” .


"Awalnya Kejaksaan memang memiliki kewenangan melakukan Penyidikan Tipikor, dimana pada UU N0.15/ 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI pada Pasal 2 Ayat  2 Undang-Undang Kejaksaan No.15/1961 menyatakan bahwa “ Kejaksaan mempunyai tugas mengadakan Penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran, serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam UU Hukum Acara Pidana dan lain-lain Peraturan Negara”,jelasnya.


Hukum Pidana yang berlaku pada saat itu adalah Herziene Inlandsch Reglement (HIR) kewenanagan Kejaksaan sebagai Penyidik juga diatur dalam UU Tipikor No.24/Prp/1960 tentang Pengusutan, Penututan dan Pemeriksaan Tipikor . Dalam perjalanan waktu, UU Tipikor No.24/Prp/1960 diganti dengan UU No.3/1971 tentang Pemberantasan Tipikor, dimana dalam Undang-Undang itu Kejaksaan juga masih memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor .


Seiring berjalannya waktu, diundangkan KUHAP pada 1981 yang menyatakan bahwa tidak berlakunya ketentuan-ketentuan dalam HIR sepanjang menyangkut Hukum Acara Pidana. Bahkan KUHAP memisahkan secara tegas antara fungsi penyidikan yang dijalankan Pejabat Polri atau PNS tertentu, dengan fungsi penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim yang dijalankan oleh Jaksa, sebagaimana diatur dalam Pasal  1 angka 1 dan Pasal 1 angka 6. Dengan demikian jelaslah bahwa Jaksa tidak memiliki kewenangan lagi sebagai Penyidik. Karena KUHAP menghendaki pemisahan yang tegas antara Fungsi Penyidikan dengan Fungsi Penuntutan.


Pada tahun 1991 diundangkan UU Kejaksaan yang baru yaitu UU No 5/1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia . UU Kejaksaan yang baru ini menegasakan fungsi Jaksa sama seperti fungsi Jaksa dalam KUHAP yaitu sebagai Penuntut Umum. Pada Pasal 1 angka 1 UU Kejaksaan No.5/1991 menegaskan bahwa “ Jaksa adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum, serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetep (Inkract van gewidjsde) .


Dengan demikian, tegas Dr.KHOMAINI, S.E., S.H., M.H., CPArb, berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan No.5/1991, Jaksa tidak lagi memilki kewenangan sebagai Penyidik, dan oleh karenanya kewenangan Jaksa sebagai Penyidik Tipikor sebagaimana diatur dalam UU Kejaksaan No.3/1971 haruslah dianggap tidak ada lagi. 


Selanjutnya, pada 1999, diundangkan UU Tipikor baru yakni UU N0.31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Dalam UU itu sesungguhnya sudah ditegasakan bahwa Jaksa tidak lagi memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU No.31/ 1999.


Akan tetapi permasalahan kewenangan tersebut menjadi Tumpang Tindih kembali dengan adanya ketentuan Pasal 27 dan Pasal 39 UU Tipikor No.31/1999, karena kedua Pasal ini Sebagian orang menafsirkan Jaksa masih memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor. Pasal 27 UU No.31/1999 menyatakan bahwa “ Dalam hal ditemukan Tipikor yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk Tim Gabungan dibawah Koordinasi Jaksa Agung. Dan pada Pasal 39 UU No.31/1999 menyatakan bahwa “ Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tipikor yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang  yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer “.


Namun pada Penjelasan Pasal 27 UU Tipikor No.31/1999 menyatakan “ Yang dimaksud dengan Tipikor yang sulit pembuktiannya antara lain Tipikor dibidang Perbankan, Perpajakan, Pasar Modal, Perdagangan dan Industri, Komoditi Berjangka atau Bidang Moneter dan Keuangan yang bersifat Lintas Sektoral, dilakukan dengan menggunakan Teknologi canggih, atau dilakukan oleh Tersangka atau Terdakwa yang berstatus sebagai Penyelenggara Negara sebagaimana ditentukan dalam UU No.28/1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas korupsi, Kolusi dan Nepotisme “.


 Mengkoordinasikan disini sesuai arti kata asalnya adalah mengatur secara baik agar lebih terarah, namun tidak melakukan penyidikan itu sendiri.

Selanjutnya, pada tahun 2002, diundangkan UU KPK Nomor 30/2002, dimana pada salah satu Pasal dibagian Ketentuan Penutup yakni Pasal 71 Ayat 1 UU KPK No.30/2002, menyebutkan bahwa UU Sebelumnya dinyatakan Tidak Berlaku Lagi . Bahwa kewenangan Jaksa Agung untuk Mengkoordinasikan itu dihapus dengan UU KPK dinyatakan Tidak Berlaku Lagi, jadi tidak ada sisanya yang beri kewenangan Jaksa ? “ Tidak ada “ Tegasnya . Dimana pada Pasal 42 UU KPK No.30/2002 menyatakan bahwa “ KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tipikor yang dilakukan Bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Militer dan Peradilan Umum.


Kemudian pada tahun 2004, keluar UU Kejaksaan yang baru, Yakni UU No.16/2004 tentang Kejaksaan RI. UU Kejaksaan ini memberikan lagi kewenangan Penyidikan kepada Kejaksaan, Namun  juga tidak disebutkan bahwa Kejaksaan berwenang melakukan Penyidikan Tipikor. memberikan kewenangan kepada Jaksa sebagai Penyidik tindak pidana tertentu, berdasarkan UU. 


Namun Analisis secara Yuridis Normatif pada uraian sebelumnya telah membuktikan bahwa sejatinya Jaksa tidak lagi memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor, dan sudah selayaknya dan sepatutnya untuk Kasus Tipikor yang berwenang melakukan Penyidikan adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. *(Tim)*

Penerapan Dominus Litis Sebabkan Tumpang Tindih Kewenangan



*Medan,-* Penerapan asas dominus litis dikhawatirkan dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Dan melebar kepada kemungkinan penyalahgunaan kewenangan.


Hal itu disampaikan Praktisi Hukum, Fernando Z Tampubolon pada wartawan, Senin (10/2). "Dalam UU KUHAP No 1 Tahun 2023 sudah mengakomodir beberapa persoalan pidana yang kerap memerlukan perubahan seiiring dengan percepatan pemenuhan kebutuhan hukum masyarakat menuju kepastian dan keadilan hukum,"jelasnya.


Untuk itu, perlu dikaji kembali untuk menghindari kemungkinan UU Nomor 1 Tahun 2023 tidak mengalami keruwetan dan amburadulnya sistem  penegakan hukum. *(Tim)*

Alumni Doktor UNIMED Bersatu: Wujudkan Pendidikan Berkualitas di Sumatera Utara!


*Sumatera Utara -Simalungun,-* Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) mendorong Persatuan Alumni Doktor Unimed (PADU) tingkatkan kualitas pendidikan Sumut. Punya Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul di akademik, PADU dianggap mumpuni untuk meningkatkan pendidikan Sumut.


PADU beranggotakan Profesor dan Doktor Universitas Negeri Medan (Unimed). Sebagian besar merupakan Profesor di bidang pendidikan yang memiliki pengalaman luas secara akademik seperti Prof. Yuniarto Mudjisusatyo yang ahli dalam bidang manajemen dan administrasi pendidikan dan vokasi, Prof. Nasrun yang merupakan Guru Besar Manajemen Pendidikan dan lainnya.


"Kita tentu memberikan dukungan dan dorongan kepada PADU atau organisasi lainnya yang memiliki keinginan memajukan pendidikan pendidikan di Sumut karena SDM merupakan modal utama membangun Sumut dan Indonesia," kata Kadis Komunikasi Pemprov Sumut Dr. Ilyas S Sitorus di Parapat, Simalungun, Sabtu (8/2) usai acara Retreat Profesor bersama PADU.


Ketua PADU Dr. Aripay Tambunan mengatakan PADU merupakan wadah para ahli Profesor di Sumut untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dia berharap PADU bisa terus berkembang dan berkontribusi signifikan untuk pendidikan Sumut.


"PADU memiliki banyak Profesor-Profesor pendidikan yang memang ahli dibidangnya, jadi organisasi ini menjadi wadah kita semua untuk memajukan pendidikan Sumut khususnya, kita akan terus berupaya dan berkontribusi besar," kata Aripay Tambunan yang juga merupakan anggota DPRD Sumut.


Prof. Dr. Nasrun mengatakan selama ini tuntutan pendidikan lebih cenderung aktifitas siswa. Oleh karena itu PADU dalam waktu dekat akan berupaya meningkatkan inovasi tenaga pendidik dalam mengajar.


"Kita akan mengupayakan ada peningkatan inovasi dari tenaga pendidik karena pendidikan saat ini memang dituntut seperti itu, sehingga pendidikan di Sumut ini bisa lebih efektif dan efisien," kata Prof. Nasrun.


Menanggapi hal ini, ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia (APWI Provinsi Sum.Utara) Dr.Suriya Jaya, SH, M.Pd menanggapi positif kegiatan PADU tersebut. ini gebrakan maju. Peran PADU dapat berkontribusi terhadap upaya mewujudkan pembangunan SDM berkualitas yang mampu beradaptasi terhadap trend global yg sangat dinamis dalam menunjang pencapaian penguatan SDM yang menguasai sains,teknologi, pendidikan dan lainnya searah dengan paradigma pembangunan nasional saat ini. *(Rizky Zulianda)*





*Foto :* Hadir pada kegiatan ini Prof. Eka Daryanto, Prof. Abdul Hamid, Prof. Mukhtar, Prof. Abdul Hasan Saragih, Prof. Yuniarto, Prof. Sugiharto, Dr. Arif Rahman dan guru besar universitas Sumut lainnya. Hadir juga pengurus PADU, Tokoh-tokoh akademis Sumut dan tokoh masyarakat.

Sah! Bobby Nasution - Surya Resmi Jadi Gubernur Dan Wagub Sumut, Pelantikan 20 Febuari 2025



*Sumatera Utara - MEDAN,-* Rapat Paripurna DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang dipimpin Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus, secara resmi mengumumkan dan menetapkan pasangan calon (Paslon) Muhammad Bobby Afif Nasution dan Surya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) terpilih Sumut hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Rapat ini digelar di Ruang Paripurna Kantor DPRD Sumut, Medan, pada Jumat (7/2/2025).


Penjabat (Pj) Gubernur Sumut, Agus Fatoni, berharap agar proses pelantikan dapat berjalan lancar sehingga pemerintahan baru bisa segera bekerja.


"Semua proses sudah kita lalui, mulai dari pemilihan, penetapan pasangan calon, proses di Mahkamah Konstitusi (MK), hingga keputusan MK. Hari ini, DPRD Sumut menetapkan dan mengumumkan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Semoga pelantikan segera terlaksana agar roda pemerintahan bisa berjalan optimal," ujar Fatoni.


Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan hasil Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), pelantikan dijadwalkan berlangsung serentak pada 20 Februari 2025.


"Jadwal yang telah disampaikan dalam rakor dengan Mendagri, pelantikan direncanakan pada 20 Februari 2025," tambahnya.


Dalam rapat paripurna, Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti menyampaikan bahwa pasangan Bobby Nasution–Surya resmi ditetapkan sebagai Gubernur dan Wagub Sumut setelah memperoleh suara terbanyak dalam Pilkada 2024.


"Menetapkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara nomor urut 1, Muhammad Bobby Afif Nasution dan H Surya, dengan perolehan suara sebanyak 3.645.611 suara atau 64,46% dari total suara sah," kata Erni Ariyanti Sitorus.


Setelah pengumuman dan penetapan ini, DPRD Sumut akan mengusulkan kepada Presiden RI melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) guna melantik pasangan terpilih.


Sementara itu, Gubernur Sumut terpilih, Bobby Nasution, menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah menyukseskan jalannya Pilkada 2024.


“Terima kasih kepada KPU dan Bawaslu Sumut yang telah melaksanakan Pilkada dengan baik, serta kepada DPRD Sumut yang sudah menggelar Paripurna hari ini,” ungkap Bobby.


Rapat paripurna ini dihadiri oleh berbagai pejabat penting, termasuk Pj Sekdaprov Sumut MA Effendy Pohan, Wakil Ketua DPRD Sumut Sutarto dan Ricky Antoni, Sekretaris Dewan Setdaprovsu Zulkifli, serta unsur Forkopimda, anggota DPRD Sumut, Kadis Kominfo Sumut dan Pimpinan OPD Sumut serta staf, dan undangan lainnya. *(Rizky Zulianda)*





Hashtag:

Pilkada 2024, Bobby Nasution, Surya, Gubernur Sumut, DPRD Sumut, Paripurna DPRD, Pilkada Sumut, Pelantikan Gubernur, Politik Sumut, Agus Fatoni, Keputusan MK, Mendagri, Pemerintahan Sumut.

RUU KUHAP Jangan Sampai Tumpang Tindih

 



*Medan,-* Akhir-akhir ini banyak berita mengenai desakan masyarakat terhadap DPR RI agar segera melakukan pembahasan mengenai RUU KUHAP. Apalagi setelah disahkan KUHPidana Nasional yang akan berlaku pada awal tahun 2026 mendatang. 


Menanggapi persoalan ini,  salah seorang Akademisi yang juga Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum UISU, Dr, Panca Sarjana Putra, SH, MH, mendukung untuk segera dilakukan pembahasan RUU KUHAP. Sekaligus segera disahkan agar tidak terjadi kekosongan hukum dalam pelaksanaan penegakkan hukum apabila KUHPidana tersebut dilanggar oleh subjek hukum.


Namun, Panca juga mengingatkan agar DPR RI dalam pembahasan RUU KUHAP, jangan sampai terjadi tumpang tindih kewenangan masing-masing penegak hukum dalam sistem peradilan pidana untuk melakukan penegakkan hukum.


Salah satu permasalahan dalam RUU KUHAP yang nanti bisa menimbulkan polemik dan tumpang tindih kewenangan menyangkut pengambil alihan penyidikan dari penyidik kepolisian kepada kejaksaan yang tercantum dalam Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP.


Ketika itu terjadi, maka ini dapat dimaknai bahwa jaksa dapat mengintervensi penyidikan oleh kepolisian dan mengambil alih penyidikan yang telah dilakukan oleh kepolisian.


Sehingga akan menimbulkan konflik kewenangan antara sesama penegak hukum, serta nantinya akan menimbulkan image tidak baik bagi kepolisian sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana.


Oleh karena itu sebelum RUU KUHAP disahkan menjadi Undang-Undang, maka Panca menyarankan sebaiknya harus ditegaskan dalam RUU KUHAP tersebut bahwa yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam sebuah peristiwa pidana adalah Kepolisian Republik Indonesia.


Salah satu pertimbangannya adalah Kepolisian mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup baik, dan kedepan diharapkan juga Kepolisian sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan dalam penyidikan, tentunya harus terus mengupgrade kemampuan personelnya dalam pelaksanaan penegakkan hukum guna manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat yang menginginkan penegakkan hukum yang profesional. *(Rizky Zulianda)*