Pj Sekdaprov Sumut Saksikan Penandatanganan Kerja Sama dan Kesepahaman Toba Caldera UGG

 

*Sumatra Utara - MEDAN,-* Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumatera Utara (Sumut) Effendy Pohan menyaksikan penandatanganan Kerja Sama dan Kesepahaman Toba Caldera Unesco Global Geopark bersama Komite Masyarakat Danau Toba (KMDT) serta Universitas, di Aula Bappelitbang Sumut, Kamis (13/2/2025).


Penandatanganan kerja sama dan kesepahaman tersebut dalam rangka komitmen kolaborasi bersama menjaga kawasan Danau Toba sebagai warisan dunia, dimana saat ini keputusan Dewan Unesco Global Geopark tahun 2023, bahwa Toba Caldera Unesco Global Geopark memperoleh status Yellow Card, dengan empat rekomendasi di dalamnya.


Dalam sambutannya, Sekdaprov Effendy Pohan mengungkapkan, bahwa rekomendasi pertama adalah Badan Pengelola Toba Caldera UGG harus meningkatkan kegiatan edukasi berbasis riset. Kedua, revitalisasi dan optimalisasi badan pengelola. Ketiga, pembelajaran manajemen agar badan pengelola bisa memahami dan melaksanakan prinsip Unesco Global Geopark.


“Yang keempat, adalah visibilitas, seperti gerbang, monumen dan panel interpretasi. Sehingga wisatawan atau pengunjung bisa mengetahui bahwa mereka sedang berada di kawasan Kaldera,” ujar Effendy, didampingi Kepala Bappelitbang Alfi Syahriza, Kadisbudparekraf Zumri Sulthony, Kadis Kominfo Ilyas Sitorus dan Kadis Pendidikan Haris Lubis.


Terkait rekomendasi itu, Effendy mengatakan perlunya kerja sama dan kolaborasi untuk mempersiapkan upaya mempertahankan status sebagai warisan dunia. Sebab pada pertengahan tahun ini akan ada validasi ulang, dimana harus dikejar peningkatan penilaian dari Yellow Card ke Green Card. Sehingga perlu koordinasi yang menyeluruh, terutama antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten yang ada di kawasan tersebut.


“Melalui pendekatan yang baik antara badan pengelola Toba Caldera UGG dengan masyarakat lokal dengan menciptakan lapangan pekerjaan, pengembangan pariwisata berkelanjutan, serta menjadikan Danau Toba sebagai ladang investasi. Karenanya penandatanganan ini merupakan implementasi dan keseriusan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Jadi tidak sekadar mendapat Green Card saja, tetapi bagaimana menumbuhkan perekonomian masyarakat,” jelas Effendy.


Penandatanganan kerja sama dan kesepahaman ini, lanjutnya, melibatkan Badan Pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark, Komite Masyarakat Danau Toba, Universitas Panca Budi dan Universitas Prima Indonesia. Hal ini diharapkan dapat menentukan kerangka kerja yang jelas, serta arah tujuan yang menyeluruh baik ekonomi maupun lingkungan serta budaya.


Hadir juga Ks OPD Provsu di antaranya Ka Bapelibang , Alfi, Kadisdik, A. Haris, Kadis Budpar Zumri, Kadis Kominfo Ilyas,   Ketua Komite Masyarakat Danau Toba (KMDT) Edison Manurung, Ketua Dewan Pengurus Wilayah KMDT Sumut Binari Manurung, Rektor Universitas Panca Budi HM Isa Indrawan, perwakilan Universitas Prima Indonesia, serta General Manager Badan Pengelola Toba Caldera UGG Sumut Azizul Kholis dan para manager lainnya. *(Rizky Zulianda)*





*Keterangan FOTO :* Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Effendy Pohan menyaksikan penanda tanganan Nota Kesepahaman dan Nota Kerjasama Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark dengan Dewan Pengurus Pusat Komite Masyarakat Danau Toba, Universitas Pembangunan Panca Budi, dan Universitas Prima Indonesia di Ruang Rapat Kantor Bappedalitbang Sumut Jalan Diponegoro Kota Medan, Kamis (13/2). Hal ini dilakukan untuk memastikan kesiapan Danau Toba dalam mempertahankan status UNESCO Global Geopark pada Revalidasi pertengahan tahun 2025 mendatang.



*Keterangan Foto :* Alexander AP Siahaan/Diskominfo Provsu

RUU KUHAP Timbulkan Polemik Kewenangan Penyidikan



*Medan,-* Rancang Undang-Undang (RUU) KUHAP terkait kewenangan lembaga penegak hukum di Indonesia (dominus litis) belakangan ini menjadi sorotan. Sebab terdapat beberapa pasal dalam Rancang Undang-Undang (RUU) KUHAP yang jika dipaksakan akan menimbulkan polemik karena akan terjadi tumpang tindih kewenangan. 


"Berdasarkan situasi tersebut dan demi menjaga  kepastian penegakan hukum kami yang terdiri dari advokat, dosen dan mahasiswa hukum membuat wadah Gabungan Praktisi Peduli Hukum (GPPH) NKRI yang dibangun oleh rasa empati dalam dunia penegakan hukum di Indonesia,"jelas Ketua Panitia Focus Group Discussion (FGD) Rancang Undang-Undang (RUU) KUHAP terkait kewenangan lembaga penegak hukum di Indonesia, Famati Gulo SH, MH, Kamis (13/2) di Medan.


Hadir sebagai pembicara dalam FGD tersebut, Assoc, Prof, Faisal SH, MHUm, Dekan FH  UMSU, Sekretaris Prodi Magister Ilmu Hukum, USU, Dr Mahmud Mulyadi, SH, MHum, Dosen Hukum Tata Negara USU, Dr Mirza Nasution, SH, MHum dan Wakil Dekan Fakultas Hukum, UISU, Dr Panca Sarjana Putra, SH.


Famati Gulo, SH, MH menyampaikan, hal yang paling berbahaya ketika jaksa mendapat kewenangan sebagai penyidik merangkap penuntut, dikhawatirkan terjadinya kewenangan yang berlebih. Sebaiknya polisi difokuskan sebagai penyidik dan jaksa sebagai penuntut. "Kita minta RUU KUHAP dievaluasi agar polisi diperkuat sebagai penyidik dan Jaksa sebagai penuntut sehingga dapat tercipta keseimbangan,"jelasnya.


Sementara, Assoc, Prof, Faisal SH, MHUm, Dekan FH  UMSU dalam pemaparannya menyampaikan,  carut marutnya penegakan hukum di Indonesia karena tidak ada peradaban hukum. Saat membaca RUU KUHAP nyaris tidak ada spirit peradaban hukum. 


"Penegakan hukum kita ini tidak beradab karena tidak punya akhlak dan etika. Karena yang membuat peraturan perundang-undangan sesuka hatinya."ungkapnya. 


Sekretaris Prodi Magister Ilmu Hukum, Dr Mahmud Mulyadi, SH, MHum dalam pemaparannya mengatakan, RUU KUHAP harus mempertegas hukum. Pemungsian kembali asas difresiansi dan saling menghormati dalam satu tujuan penegakan hukum penting.


"Intinya  Criminal Justice System (CJS) yang integrasi keharmonisan bekerja dalam bingkai lembaga masing-masing tapi ada satu kordinasi dengan visi bersama penegakan hukum. Sehingga penegakan hukum mindsetnya tidak hanya  menghukum orang, tapi bagaimana mengedepankan hak-hak tersangka dan korban. Mindset ke depan tidak lagi pada pola pemidanaan. Mindset kita jangan sampai orientasinya ke pemidanaan. Sehingga mengurangi Over kapasitas,"ungkapnya.


Salah seorang peserta FGD, Andronikus Bidaya, SH, MH, menanyakan apa dampak positif dan negatif jika Jaksa menjadi penyidik pidana umum?


Menjawab pertanyaan tersebut, Dr, Mahmud Mulyadi mengatakan, sisi negatif dapat memberikan Jaksa kewenangan yg penuh atas suatu perkara dan akan rentan penyalahgunaan wewenang. Seharusnya Polisi diperkuat sebagai pelaksana penyidikan dan Jaksa fokus untuk penuntutan. "Intinya kita tidak setuju jika Jaksa diberi perluasan kewenangan mengambil alih penyidikan,"tukasnya. *(Tim)*

Polres Binjai Digugat Praperadilan Terkait Kasus Penipuan dan Penggelapan 'MA'




*Binjai,-* Pengadilan Negeri (PN) Kelas I B Binjai kembali menggelar sidang praperadilan terkait status tersangka Kyai Muhammad Amar, pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Kolo Saketi, dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan.


Sidang yang berlangsung di ruang sidang utama ini memasuki tahap replik, dimana pemohon menanggapi jawaban yang sebelumnya diajukan oleh pihak termohon, yakni Polres Binjai, pada Kamis siang.(13/2/2025) 


Diketahui sidang yang dipimpin oleh Hakim Fadel ini turut dihadiri oleh tim hukum kedua belah pihak serta sejumlah awak media. Dalam repliknya, kuasa hukum Kyai Muhammad Amar, Sultoni Hasibuan SH, menegaskan bahwa kliennya keberatan atas penetapan status tersangka dan berusaha membantah dalil-dalil yang diajukan oleh termohon.


“Sidang ini menjadi momentum bagi kami untuk mengklarifikasi serta membantah dalil-dalil yang diajukan oleh pihak penyidik. Kami juga akan menghadirkan bukti dan saksi guna memperkuat argumen dalam persidangan,” ujar Sultoni Hasibuan SH.


Kasus ini mencuat setelah Kyai Muhammad Amar ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus penipuan dan penggelapan yang dilaporkan oleh Heni jemaah Ponpes Kolo Saketi.


Perkara ini menjadi sudah viral dan perhatian publik setelah viral di media sosial dan media elektronik, mendorong pemohon untuk mengajukan praperadilan guna menguji keabsahan status tersangka yang diberikan oleh kepolisian.


Menurut jadwal persidangan, agenda berikutnya akan berlangsung pada esok hari Jum'at, 14 Februari 2025, dengan agenda duplik dari termohon serta penyampaian bukti dari pihak pemohon dan termohon. Dan sidang akan terus bergulir hingga putusan dijadwalkan pada Rabu, 19 Februari 2025.


Dengan jalannya persidangan yang semakin intens, publik menantikan perkembangan selanjutnya dan bagaimana keputusan hakim akan menentukan arah hukum kasus ini dan objektif dalam menilai permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Kantor BASH & Rekan. *(Tim)*

Bunda Guru Indonesia Serukan Dukungan untuk Program Makan Bergizi Gratis di Sekolah


*Nasional,-* Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, peran guru sebagai pendidik dan pengajar semakin vital dalam membentuk generasi masa depan. Era globalisasi dan digitalisasi membawa tantangan dan peluang baru yang harus dihadapi oleh pendidik. 


Dalam konteks ini, guru tidak hanya diharapkan untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga untuk menjadi pembimbing, inovator, dan agen perubahan yang mampu mengadaptasi metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan zaman.


Hal tersebut disampaikan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) disela-sela Konferensi Kerja Nasional I PGRI 2025, serta pelantikan Satuan Musyawarah Nasional (SMN) APKS PB PGRI di Ballroom Millennium Hotel Jakarta, yang berlangsung dari tanggal 11 - 13 Februari 2025 ini mengusung tema “Guru Bermutu, Indonesia Maju, Guru Hebat Indonesia Kuat. ”Selasa malam 12/2. 


Masih menurut Ilyas yang juga Kadis Kominfo Provinsi Sumatera Utara ini, seiring dengan akses informasi yang semakin mudah dan cepat, guru dituntut untuk memanfaatkan teknologi secara efektif, mengintegrasikan pembelajaran digital, serta membimbing siswa dalam memahami dan menyaring informasi secara kritis. Dengan demikian, guru memiliki peran yang lebih kompleks, yaitu sebagai fasilitator yang mendorong kreativitas, kolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis di kalangan siswa.


Disamping itu juga Ilyas mengajak semua Ketua dari Jajaran PB, Provinsi, Kabkota, Cabang dan ranting untuk bersama mengajak dan mendorong agar keberadaan Bank Pembangunan Daerah ikut senantiasa mensupport kegiatan PGRI yang sepanjang perjalanan kita ketahui bahwa semua dana yang berkaitan dengan pendidikan mulai dari  penghasilan guru seperti gaji, serifikasi termasuk berbagai kegiatan baik yang bersumber dari APBN dan APBN misalnya dana BOS maupun sumber lainnya yang syah semuanya berada pada Bank  Daerah kita masing masing. Dengan demikian diharapkan keberadaan Bank Daerah sebagai tempat penampungan dana - dana pendidikan kita dapat mendukung keberadaan Organisasi PGRI dalam program kegiatan maupun dalam proses belajar mengajar dengan menyisihkan sebagian Dana CSR (Corporate Social Responsibility) yang dialokasikan oleh bank atau perusahaan

 nya, jelas Ilyas.


Sementara sosok wanita yang dianugerahi gelar Ibunda Guru Indonesia yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Siti Hediati Hariyadi atau yang lebih akrab disapa Titiek Soeharto  pada saat membuka Konkernas I PGRI Tahun 2025 malam 11/02, menekankan pentingnya semua pihak termasuk guru untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG). ada saat memberikan sambutan sekaligus  membuka Konkernas I PB PGRI Tahun 2025.


Menurutnya "Program MBG ini amat membantu anak-anak untuk meningkatkan konsentrasi dalam belajar. Kita semua harus mendukung MBG agar berjalan baik di seluruh Indonesia. Kalau anak-anak fokus dan konsentrasi dalam belajar ini akan membantu guru dalam menjalankan tugasnya," imbuhnya.


Diakhir sambutannya Bunda Guru Indonesia mengatakan bahwa Konferensi Kerja Nasional I PGRI 2025 ini menjadi bukti nyata komitmen para guru dan PGRI untuk terus mengembangkan kualitas pendidikan di Indonesia. Beliau berharap melalui PGRI dapat mendorong semua pihak untuk memberikan perhatian lebih kepada para guru dan pendidikan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya melalui program makan siang bergizi gratis bagi siswa, saat mengakhiri sambutannya.


Sementara Ketua Umum PB PGRI Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M. Pd., dalam sambutannya, mengenang almarhum Presiden Soeharto, yang dikenal sangat memperhatikan dunia pendidikan, khususnya nasib guru di Indonesia. Ia menceritakan bagaimana Soeharto memberikan arahan kepada para guru dengan penuh kehormatan dan rendah hati.


“Presiden Soeharto adalah sosok yang sangat peduli dengan pendidikan. Beliau selalu memperhatikan guru dengan penuh kasih dan perhatian. Kenangan ini saya rasa bukan kebetulan, namun merupakan takdir dari Allah SWT dan alam semesta yang mempertemukan kita semua di sini,” ujar Prof. Dr. Unifah Rosyidi dengan nada penuh haru.


Unifah juga mengulang apa yamg fisampaikan Putri mendiang Presiden Soeharto ini, kita PGRI harus menjadi lokomotif perubahan di tengah arus globalisasi. Tugas ini memang tidak ringan, namun dengan kesungguhan hati, guru bisa menempatkan posisi di garda terdepan dalam melakukan inovasi dan transformasi.


Ayah dan ibunya, Soeharto dan Tien Soeharto, amat memperhatikan nasib para guru dan organisasinya, PGRI. "Saat masih menjadi Presiden, ayah bunda Guru Indonedia inilah yang  membangunkan gedung untuk kantor pusat PB PGRI di Jakarta. Demikian juga ibundanya Bu Titiek Soeharto ini selalu memperhatikan nasib para guru, kita" ujarnya.


Ribuan orang berkumpul mengikuti Konkernas I PGRI Tahun 2025 tampak hadir selain PB PGRI Pusat, juga Ketua PGRI Provinsi se Indonesia, Ketua PGRI utusan Kabkota se Indonesia beserta para pengurus serta tamu undangan mitra PGRI serta media cetak elektronik. *(Rizky Zulianda)*

Aksi Demo Forum Orangtua CASIS Korban Nina Wati, Tuntut Kerugian Puluhan Miliar Rupiah


*MEDAN,-* Forum Orang Tua Calon Siswa TNI AD Korban Penipuan Oknum Nina Wati Masuk TNI AD di Rindam 1/BB Pematang Siantar melakukan aksi demo menuntut agar pelaku penipuan dan penggelapan 'Nina Wati' senilai puluhan Miliar itu agar ditangkap dan di hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pada Selasa. (11/02/25) 


Terpantau sejak pagi sekira pukul 09.00 WIB, puluhan pengunjuk rasa yang tergabung dari orang tua korban penipuan masuk TNI AD sudah mendatangi Kantor DPRD Provinsi Sumut.


Adapun masa yang tergabung dalam forum yang melakukan aksi demo itu sendiri itu ialah: sekelompok orang tua yang menjadi korban penipuan masuk TNI AD dan sekelompok mahasiswa yang ikut aksi.


Terlihat pada saat melakukan aksi para pengunjuk rasa sempat mengoyang-goyang pintu gerbang Kantor DPRD Provinsi Sumut meminta Ketua DPRD Provinsi Sumut agar keluar menemui masa untuk mendengarkan aspirasi orang tua korban penipuan masuk anggota TNI AD tersebut.


Dari data yang dihimpun awak media ini adapun tuntutan para pengunjuk rasa dan koordinator aksi Faisal Kurniawan tidak lain ialah:


1. 'Kami meminta segera tegakan hukum dalam proses hukum baik di Polda maupun Pomdam oknum Nina Wati yang telah melakukan penipuan kepada kami dan anak kami dengan mengunakan oknum TNI AD dan fasilitas TNI AD yang ada di Rindam dan Kodim I/BB disaat anak-anak kami mengikuti tes masuk TNI AD'.


2. 'Kami mohon kepada instusi TNI AD mengambil kebijakan terhadap anak-anak kami yang telah di didik dan dilatih secar militer selama tiga bulan di Rindam I/BB untuk menjadi anggota TNI AD RI'.


3. 'Kami meminta agar seluruh uang yang menjadi kerugian kami akibat dari penipuan oknum Nina Wati ini  dikembalikan secara tunai kepada kami oleh Nina Wati dengan segera dalam tempo sesingkat-singkatnya'.


4. 'Kami meminta kepada Ketua DPRD Sumut segera menjadwalkan rapat dengar pendapat (RDP) dalam permasalahan ini dengan memangil seluruh pihak yang terkait dalam permasalahan ini untuk menyelesaikan permasalahan ini'.


Sebelumnya terlihat juga  mahasiswa yang meng-orasikan berkata akan melakukan aksi bakar ban jika tidak ada Anggota DPRD Provinsi Sumut yang keluar menerima dan mendengar aspirasi para pengunjuk rasa dan orangtua korban.


Namun aksi bakar ban tidak terjadi sebab tidak lama berselang Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumut H. Ihwan Ritonga SE MM, keluar dan mendengarkan aspirasi para pegunjuk rasa yang dipimpin oleh Lili Suheri ST selaku Koordinator Lapangan.


Saat mendengarkan aspirasi pengunjuk rasa Ketua DPRD Provinsi Sumut berjanji akan memproses atas penipuan yang mengakibatkan kerugian baik materi dan seluruh yang menjadi tuntutan pengunjuk rasa.


"Terimakasih kepada seluruh bapak dan ibu yang sudah datang ke kantor DPRD Provinsi Sumut ini. Kami akan pelajari dan memproses atas penipuan yang mengakibatkan kerugian baik materi dan seluruh yang menjadi tuntutan pengunjuk rasa," ucap Ihwan Ritonga.


Lebih lanjut, Ihwan Ritonga juga akan memastikan dilakukannya RDP bersama pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan Casis tersebut.


“Kita akan RDP akan kita laksanakan segera bersama pihak terkait, nanti kita atur waktunya,” pungkasnya.


Diketahui, Nina Wati tersangka kasus penipuan kembali dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Krimum) Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) dengan kasus yang sama, yakni kasus penipuan.


Tidak tanggung-tanggung, Nina dilaporkan oleh 7 orang sekaligus dengan nominal kerugian hingga 40 Miliar rupiah. Laporannya telah dilayangkan pada 18 Mei 2024 lalu.


Terahir dalam orasinya para pengunjuk rasa berjanji akan mengawal terus proses ini dan akan melakukan aksi yang lebih besar lagi jika tuntutan mereka tidak di jalankan sesuai hukum yang berlaku.


"Kami akan mengawal terus kasus ini, dan kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi jika tuntutan kami tidak di proses secara hukum," ucap Rafi Siregar dari Mahasiswa.


Secara terpisah Kuasa Hukum dari Forum Orang Tua Calon Siswa TNI AD Korban Penipuan dan Penggelapan 'Nina Wati' Masuk TNI AD di Rindam 1/BB Pematang Siantar, Dewi Latuperissa SH, meminta kepada kepada Wakil Ketua DPRD Sumut agar segera melakukan RDP.


Lebih lanjut Dewi Latuperissa SH, juga mengatakan sudah mengirim surat kepada Presiden Prabowo, Menteri Pertahanan RI, Panglima TNI RI, Kepala Staf Angkatan Darat RI, Komisi 1 DPR RI.


Dalam orasinya Dewi Latuperissa SH, berharap kepada Presiden Prabowo agar memperhatikan nasib anak-anak generasi penerus bangsa yang berjuang ingin menjadi prajurit TNI menjadi pengabdi negara namun dikorbankan oleh Nina Wati.


"Tolong kepada bapak Presiden Prabowo agar memperhatikan nasib-nasib anak-anak bangsa yang ingin menjadi anggota TNI mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah ditipu oleh terduga pelaku NW," ucap Dewi Latuperissa SH.


"Mirisnya saat dipertanyakan orangtua korban kepada pelaku Nina Wati mengatakan uang mereka sudah raib entah kemana," katanya lagi.


"Kami berharap kedepannya kejadian ini tidak akan terulang lagi sebab ini menyangkut nama baik instasi TNI dan marwah negara kesatuan Republik Indonesia," tegasnya kepada awak media yang bertugas.


Kuasa Hukum Dewi Latuperissa SH, berharap kedepannya agar kejadian ini tidak akan terulang lagi, apalagi ini menyangkut nama baik institusi TNI AD. *(Tim)*

Pengelola Parkir Minta Polisi Menertibkan Jukir Ilegal krap Ngutip Parkir Di Jalan



*Medan,-*

Pengelola parkir pemegang mandat Dispenda Kota Medan, Ardisoma mengeluhkan maraknya diduga pengutipan parkir liar yang dilakukan oleh oknum yang mengaku mendapatkan SPT Dishub Medan. Warga Jalan Perwira 2, Lingkungan 9 Krakatau Pulo Brayan Bengkel ini minta agar Polrestabes dan Poldasu segera menindak oknum-oknumnya pengutip parkir yang meresahkan ini. 


"Kita  pemegang mandat dari Dispenda untuk pengutipan parkir di Pelataran Pergudangan Jalan Perwira 2, Lingkungan 9 Krakatau Pulo Brayan Bengkel. Oknum-oknum yang juga mengutip parkir di di jalan saat truk melintas tersebut mengandalkan SPT dari Dishub Medan atas nama Rizki Mulya diduga pengutipan parkir di jalan di duga ada kertilibat oknum pegawai dishub Medan "jelasnya pada wartawan, SELASA (11/2).


Dikatakan, pengutipan parkir yang dilakukan oknum yang mengaku mendapat SPT Dishub Kota Medan dinilai meresahkan. Karena mereka mengutip beramai-ramai bahkan terkadang memaksa kepada pengemudi truk. "Kami pengelolah parkir yang sah dan selama ini taat membayar pajak ke Dispenda sangat menyesalkan kondisi ini. Kami minta pihak berwajib menindak oknum pengelolah parkir ilegal,"ungkapnya. 

Sementara salah satu emak emak yg tidak mau disebut namanya , pengutipan parkir liar di jalan ini sudah resahkan warga lingkungan, yang menyebabkan kemacetan “ jelaskannya *(Tim)*

Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka ER Cs ajak oknum mahasiswa unjuk rasa di Polrestabes Medan


*Medan,-* Arini Ruth Yuni Siringoringo yang diketahui sebagai ASN KPP Pratama Cilandak Jakarta Selatan dan Erika Siringoringo serta Nur intan br Nababan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan  pada hari Sabtu tanggal 04 /01 /2025 lalu.


2 kali mangkir dari panggilan penyidik setelah ditetapkan sebagai tersangka, berpotensi akan dilakukan penjemputan paksa oleh pihak Kepolisian Polrestabes Medan.


Hal tersebut dibenarkan oleh penyidik saat dikonfirmasi awak media mengatakan " kami sudah 2 kali memanggil tersangka AR, ER dan NR untuk melengkapi berkas tetapi mereka mangkir dari panggilan." 


Kami juga sudah menyiapkan surat penjemputan untuk para ketiga tersangka.

"Kuasa hukum nya ada memberikan surat meminta pengunduran jadwal pemeriksaan tetapi kami tidak bisa juga menunggu terlalu lama", pungkas penyidik.


Ditempat terpisah Kuasa hukum Erika Siringoringo dan mahasiswa yang mengatasnamakan sahabat Erika melakukan aksi unjuk rasa di depan Polrestabes Medan pada hari kamis, 06/ 02 /2025.


Para pengunjuk rasa menuntut agar polisi segera melakukan SP 3 terhadap para tersangka Erika Siringoringo dan Arini Ruth Yuni Siringoringo.


Hal tersebut membuat banyak pihak menjadi gerah atas aksi aksi yang terjadi selama ini.

Karena dinilai pihak Kuasa Hukum Erika Siringoringo diduga mencoba melakukan Obstruction of Justice ke Polrestabes Medan.


Pihak keluarga Doris Fenita br Marpaung menilai aksi yang dilakukan diduga hanya ingin mengintervensi hukum dan Pengadilan.

"Selama ini Kepolisian dan Pengadilan sudah bekerja dengan baik, biarkan saja mereka menjalani tupoksinya masing masing", tanggapan pihak keluarga Doris Fenita Br Marpaung.


Perkara dapat menjadi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika penyidik menemukan alasan tertentu. Alasan-alasan tersebut antara lain: Tidak cukup bukti, Peristiwa yang dipersangkakan bukan tindak pidana, Dihentikan demi hukum, Perdamaian antara tersangka dan pelapor sudah terjadi.


Arini Ruth Yuni Siringoringo dan Erika br Siringoringo dijadikan tersangka bukan tanpa alasan dan bukti yang tidak jelas dari kepolisian.


Tidak mungkin terjadi pengeroyokan terhadap 2 orang kepada 3 orang, pasti sebaliknya.

Peristiwa ini lah yang menyebabkan Arini Ruth Yuni Siringoringo dan Erika br Siringoringo Serta Nur intan br Nababan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan.


Penetapan ini dilengkapi dengan bukti forensik berupa visum dan saksi saksi.

Pihak keluarga meminta agar pengadilan negeri Medan dan Polrestabes Medan tidak terganggu dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan pihak pengacara Erika.


Hukum tidak bisa diintervensi oleh siapapun.

Siapa yang terbukti bersalah maka ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya demi hukum, tegas pihak keluarga Doris.

Fiat Justicia Ruat Caelum. (Tim)

Keluarga Korban Pembunuhan Wanita di Karo minta Jaksa Terapkan Pasal Pembunuhan



*Sumatra Utara,-* Keluarga korban pembunuhan wanita di Tanah Karo MP (26) alias Sela meminta agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memberikan pasal 338 dan 340 kepada tersangka JFJ alias Jo yang tega menghabisi nyawa anak mereka. 


  "Tidak pas Pasal 351 yang diberikan kepada Pelaku utama. Seharusnya pasal 338 dan 340 KUHPidana tentang Pembunuhan Berencana, dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup.

Karena perbuatan direncanakan dan sangat kejam,"ujar Kuasa Hukum korban, Hans Silalahi di Halaman Kejatisu, Senin  (10/2) siang. 


   Hans juga meminta Kajatisu kembali memeriksa BAP yang dikirim Polisi ke mereka. Apalagi, pasal yang dikenakan Polisi sangat tidak pas dengan perbuatan yang dilakukan Tersangka. Dari rekonstruksi yang dilakukan beberapa hari lalu, kami keluarga menilai sangat kejam. Adegan yang paling kejam adalah saat Tersangka memasukkan benda tumpul. Ada 26 adegan yang diperagakan,  beberapa kali korban diperlakukan sangat keji dan tidak manusiawi, yakni dipukuli berulang kali menggunakan alat seperti sapu.

Apalagi Tersangka melakukannya dibawa pengaruh narkoba. Sangat kejam. Seorang wanita tanpa perlawanan dibunuh secara sadis. 


  " Korban dipukul dengan Sapu hingga tewas. Sangat kejam,"ucapnya. 


  Pengacara Kondang kota Medan ini juga menuturkan agar Jaksa benar-benar menelaah kembali berkas dari Polisi. Apakah pas Pasal 351 yang diberikan? Apalagi Jaksa sudah melihat rekontruksi pembunuhannya. Kami sangat meminta Kejaksaan agar memberikan pasal yang sesuai dengan perbuatannya. 


 " Kami mohon Bapak Kejatisu memberikan Pasal sesuai perbuatannya. Pembunuhannya sangat kejam,"Tandasnya. 


  Dikatakannya, kami juga meminta agar persidangan digelar di Pengadilan Negri (PN) Medan. Mengapa? Agar Keluarga tidak tertekan. Karena tersangka ini mempunyai pengaruh di Siantar. 


 "Kami minta Persidangannya di Medan,"Pungkasnya. 


  Sementara itu, Ibu korban masih sedih  dengan kematian anak pertamanya. Dengan suara pelan dia mengatakan agar Pasal yang diberikan kepada Tersangka pasal Pembunuhan dan Sidangnya digelar di Medan. 


  " Kami keluarga minta Sidangnya di Medan ,"ucapnya pelan. 


  Seperti diketahui, Mutia Pratiwi alias Sela, korban yang mayatnya ditemukan di Kabupaten Karo, disebut dibunuh dengan sadis di salah satu ruko dekat Rumah Sakit Vita Insani, Jalan Merdeka, Kota Pematangsiantar.


  Adapun rekonstruksi pada Rabu (22/1/25), menghadirkan 6 pelaku, sedangkan satu orang lagi masih dikejar polisi atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) mengungkap pelaku kasus pembunuhan wanita berinisial MP (26) di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

 JFJ alias Jo sebagai pelaku utama, tersangka lain yang berperan signifikan adalah S, yang membantu mengangkat dan membuang jasad korban, dan EI turut membantu mencari eksekutor untuk membuang jenazah.

Serta dua oknum anggota kepolisian, JHS dan HP, yang mengetahui kejadian, namun tidak melaporkannya. *(Tim)*

Polri Watch: Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan Harus Hanya Diberikan Ke POLRI

 



*Medan,-* Ketua Umum Pemantau Kepolisian RI/ Polri Watch, Dr Ikhwaluddin Simatupang, SH, MHum menegaskan, kewenangan penyelidikan dan penyidikan harus diberikan hanya kepada polisi. Sebab, polisi merupakan institusi yang mumpuni dari segi organisasi, sumber daya, dan persenjataan.



"Empat alasan mengapa polisi harus diberikan kewenangan dalam proses penyidikan dan penyelidikan. Pertama,  organisasi POLRI sampai ke tingkat kecamatan (Polsek).POLRI telah sudah berkembang menyentuh hampir seluruh kecamatan di Kabupaten/Kota sedangkan Institusi penegak hukum yg lain tidak sampai. Kedua, Kepolisian juga punya Sumber Daya yang  cukup sampai ke tingkat bawah. Ketiga, kewenangan penyidikan diikuti dengan upaya paksa, pengalaman locus delicti (TKP),Pengamanan Barang Bukti dan Perlindungan Korban serta Saksi. tentunya kewenangan itu harus diberikan kepada institusi bersenjata dan memiliki struktur organisasi sampai ke tingkat paling bawah,"jelasnya.


Ini penting, sebab belakang seperti misalnya yg terjadi di Poldasu, saat personel Polresta Deliserdang yang menangkap bandar narkoba mendapat perlawanan dan petugas ditembak warga. 

Keempat, hukum pidana sekarang bergerak ke restoratif justice  artinya mengedepankan sumber daya polisi yang ada yakni Babhinkamtibmas. 


"Sekarang polisi telah melakukan perbaikan-perbaikan, polisi juga manusia, yang lahir dari masyarakat.

Perbaikan kepolisian tergantung pada pucuk pimpinan di atas. Kapolri juga harus didukung oleh DPR,"pungkasnya.


Bila ditemukan Problema Penegakan Hukum ;masyarakat memiliki wakilnya di Kabupaten/Kota, Provinsi (DPRD) serta Pusat (DPR RI) . DPR/DPRD memiliki hak untuk mengontrol Polri  selain Lembaga pengawas internal (Propam) dan Pengawas Eksternal (LSM).


Semua Pihak harus mendukung Polri Presisi seperti yang diharapkan Kapolri Jenderal Sigit Prabowo. *(Tim)*

Asas Dominus Litis Harus Mengedepankan Kehati-hatian dan Keteguhan

 



*Medan,-* Penerapan asas Dominus Litis dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) haruslah mengedapankan prinsip kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Sebab, pada dasarnya prinsip-prinsip asas Dominus Litis dalam Hukum Pidana itu adalah kewenangan menentukan Perkara. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan Suatu Perkara Pidana akan diajukan ke Pengadilan atau tidak. Kemungkinan Potensi terjadinya penyalahgunaan asas tersebut sehingga dapat digunakan oleh Kejaksaan untuk menunda atau mengganggu proses jalannya Peradilan.


Hal tersebut disampaikan, Dosen Tetap  Hukum Pidana Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan dan Dosen Luar Biasa Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan, Dr.KHOMAINI, S.E., S.H., M.H., CPArb dalam keterangannya, Senin (10/2).


Lebih jauh, didalam sebuah peradilan Pidana adalah sebuah sistem yang terdiri dari subistem. Subsistem Kepolisian yaitu Penyidikan, Kejaksaan Penuntutan, Pengadilan yaitu Hakim memutusakan Suatu Perkara dan Lembaga Permasyarakatan adalah befungsi sebagai Eksekutorial dan Pembinaan. 


Semua Lembaga tersebut harus mempunyai kewenangan dan sinergitas yang sama. Sistem itu harus ditopang oleh Sub Sistem yang sederajat, karena apabila ada dominasi kewenangan, maka ada kemungkinan terjadi dan bisa saja terjadi penyalahgunaan kewenangan. 


Oleh karena itu penerapan Dominus Litis didalam revisi KUHAP  perlu prinsip kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Tidak pernah ada sebuah Institusi/ lembaga yang menjadi super power yang kemudian menjadi sangat penting untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan keteguhan didalam proses penerapan sebuah sistem.


Jaksa tidak berwenang menjadi penyidik Kasus Korupsi. Jika berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang ada, Kejaksaan dianggap tidak memiliki kewenangan sebagai Penyidik didalam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang berhak menangani kasus korupsi hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku sesuai dengan UU Kejaksaan yang terbaru yaitu UU No.11/ 2021 “Tidak ada kewenangan Kejaksaan menangani Tipikor” .


"Awalnya Kejaksaan memang memiliki kewenangan melakukan Penyidikan Tipikor, dimana pada UU N0.15/ 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI pada Pasal 2 Ayat  2 Undang-Undang Kejaksaan No.15/1961 menyatakan bahwa “ Kejaksaan mempunyai tugas mengadakan Penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran, serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam UU Hukum Acara Pidana dan lain-lain Peraturan Negara”,jelasnya.


Hukum Pidana yang berlaku pada saat itu adalah Herziene Inlandsch Reglement (HIR) kewenanagan Kejaksaan sebagai Penyidik juga diatur dalam UU Tipikor No.24/Prp/1960 tentang Pengusutan, Penututan dan Pemeriksaan Tipikor . Dalam perjalanan waktu, UU Tipikor No.24/Prp/1960 diganti dengan UU No.3/1971 tentang Pemberantasan Tipikor, dimana dalam Undang-Undang itu Kejaksaan juga masih memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor .


Seiring berjalannya waktu, diundangkan KUHAP pada 1981 yang menyatakan bahwa tidak berlakunya ketentuan-ketentuan dalam HIR sepanjang menyangkut Hukum Acara Pidana. Bahkan KUHAP memisahkan secara tegas antara fungsi penyidikan yang dijalankan Pejabat Polri atau PNS tertentu, dengan fungsi penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim yang dijalankan oleh Jaksa, sebagaimana diatur dalam Pasal  1 angka 1 dan Pasal 1 angka 6. Dengan demikian jelaslah bahwa Jaksa tidak memiliki kewenangan lagi sebagai Penyidik. Karena KUHAP menghendaki pemisahan yang tegas antara Fungsi Penyidikan dengan Fungsi Penuntutan.


Pada tahun 1991 diundangkan UU Kejaksaan yang baru yaitu UU No 5/1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia . UU Kejaksaan yang baru ini menegasakan fungsi Jaksa sama seperti fungsi Jaksa dalam KUHAP yaitu sebagai Penuntut Umum. Pada Pasal 1 angka 1 UU Kejaksaan No.5/1991 menegaskan bahwa “ Jaksa adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai Penuntut Umum, serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetep (Inkract van gewidjsde) .


Dengan demikian, tegas Dr.KHOMAINI, S.E., S.H., M.H., CPArb, berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan No.5/1991, Jaksa tidak lagi memilki kewenangan sebagai Penyidik, dan oleh karenanya kewenangan Jaksa sebagai Penyidik Tipikor sebagaimana diatur dalam UU Kejaksaan No.3/1971 haruslah dianggap tidak ada lagi. 


Selanjutnya, pada 1999, diundangkan UU Tipikor baru yakni UU N0.31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Dalam UU itu sesungguhnya sudah ditegasakan bahwa Jaksa tidak lagi memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU No.31/ 1999.


Akan tetapi permasalahan kewenangan tersebut menjadi Tumpang Tindih kembali dengan adanya ketentuan Pasal 27 dan Pasal 39 UU Tipikor No.31/1999, karena kedua Pasal ini Sebagian orang menafsirkan Jaksa masih memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor. Pasal 27 UU No.31/1999 menyatakan bahwa “ Dalam hal ditemukan Tipikor yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk Tim Gabungan dibawah Koordinasi Jaksa Agung. Dan pada Pasal 39 UU No.31/1999 menyatakan bahwa “ Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tipikor yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang  yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer “.


Namun pada Penjelasan Pasal 27 UU Tipikor No.31/1999 menyatakan “ Yang dimaksud dengan Tipikor yang sulit pembuktiannya antara lain Tipikor dibidang Perbankan, Perpajakan, Pasar Modal, Perdagangan dan Industri, Komoditi Berjangka atau Bidang Moneter dan Keuangan yang bersifat Lintas Sektoral, dilakukan dengan menggunakan Teknologi canggih, atau dilakukan oleh Tersangka atau Terdakwa yang berstatus sebagai Penyelenggara Negara sebagaimana ditentukan dalam UU No.28/1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas korupsi, Kolusi dan Nepotisme “.


 Mengkoordinasikan disini sesuai arti kata asalnya adalah mengatur secara baik agar lebih terarah, namun tidak melakukan penyidikan itu sendiri.

Selanjutnya, pada tahun 2002, diundangkan UU KPK Nomor 30/2002, dimana pada salah satu Pasal dibagian Ketentuan Penutup yakni Pasal 71 Ayat 1 UU KPK No.30/2002, menyebutkan bahwa UU Sebelumnya dinyatakan Tidak Berlaku Lagi . Bahwa kewenangan Jaksa Agung untuk Mengkoordinasikan itu dihapus dengan UU KPK dinyatakan Tidak Berlaku Lagi, jadi tidak ada sisanya yang beri kewenangan Jaksa ? “ Tidak ada “ Tegasnya . Dimana pada Pasal 42 UU KPK No.30/2002 menyatakan bahwa “ KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tipikor yang dilakukan Bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Militer dan Peradilan Umum.


Kemudian pada tahun 2004, keluar UU Kejaksaan yang baru, Yakni UU No.16/2004 tentang Kejaksaan RI. UU Kejaksaan ini memberikan lagi kewenangan Penyidikan kepada Kejaksaan, Namun  juga tidak disebutkan bahwa Kejaksaan berwenang melakukan Penyidikan Tipikor. memberikan kewenangan kepada Jaksa sebagai Penyidik tindak pidana tertentu, berdasarkan UU. 


Namun Analisis secara Yuridis Normatif pada uraian sebelumnya telah membuktikan bahwa sejatinya Jaksa tidak lagi memiliki kewenangan sebagai Penyidik Tipikor, dan sudah selayaknya dan sepatutnya untuk Kasus Tipikor yang berwenang melakukan Penyidikan adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. *(Tim)*